Senin, 13 Mei 2013

Rupture Uteri


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu ben­­tuk perdarahan yang terjadi pada ke­ha­mil­an lanjut dan persalinan, selain pla­senta pre­via, solusio plasenta, dan gangguan pem­­­bekuan darah. Pe­nye­­bab kematian janin dalam rahim pa­ling ting­­gi oleh karena faktor ibu yaitu ibu de­ngan penyulit kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak karena ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat serta tindakannya yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.
1.2  TUJUAN
·         Sebagai tugas mata kuliah askeb IV patologi
·         Mahasiswa kebidanan mampu :
a.       Menjelaskan pengertian Ruptur Uteri.
b.      Menjelaskan Etiologi Ruptur Uteri
c.       Menyebutkan Penyebab dan Klasifikasi Ruptur Uteri.
d.      Menyebutkan Mekanisme dari Ruptur Uteri.
e.       Menjelaskan Gejala Klinis Ruptur Uteri.


1.3  SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan membagi sistematika penulisan ke dalam 5 BAB yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
a.       Latar belakang
b.      Tujuan penulisan
c.       Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
a.       Pengertian Ruptur Uteri
b.      Etiologi Ruptur Uteri
c.       Klasifikasi Ruptur Uteri
d.      Mekanisme Ruptur Uteri
e.       Diagnosis dan gejala klinis Ruptur Uteri
f.       Diagnosis banding Ruptur Uteri
g.      Upaya Pencegahan (profilaksis)
h.      Penanganan Ruptur Uteri
i.        Prognosis
BAB III TINJAUAN KASUS
A.Pendokumentasian dengan metode SOAP dalam Asuhan Kebidanan pada ibu dengan Ruptur Uteri
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )

2.2  ETIOLOGI
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
2.3  KLASIFIKASI
Menurut waktu terjadinya
1.      Ruptura uteri gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berkolasi pada korpus.
2.      Ruptura uteri durante partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya
1.      Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi. Seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2.      Segmen bawah rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju) SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadinya ruptura uteri.
3.      Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau vesi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4.      Kolpoporeksis-kolporeksi
Robekan-robekan diantara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum
1.      Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrum), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uiterus, dengan bahaya peritonitis.
2.      Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya
1.      Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2.      Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul  sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.
Menurut gejala klinis
1.      Ruptura uteri imminens (membakat=mengancam); penting untuk diketahui. Gejala klinis akan dibicarakan kemudian.
2.      Ruptura uteri (sebenarnya).

2.4  MEKANISME RUPTURA UTERI
Pada umumnya uterus dibagiatas dua bagian atas : korpis uteri dan serviks. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 mg, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukurankavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggii maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri mengancam (RUM).
Ruptura uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris resistens.

Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R = H + O
Dimana :          R = Ruptur
H = His Kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis.
Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan parametra.

2.5    DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
·         Gejala Ruptur Uteri Mengancam (RUM)
-        Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah lama berlangsung
-        Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-        Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
-        Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
-        Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
-        His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-        Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
-     Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
-     Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
-        Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
-        Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
-    Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala-gejala ruptura uteri
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
-        Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
-        Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-        Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
-        Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-        Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-        Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-        Kontraksi uterus biasanya hilang.
-        Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
-        Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
-        Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-        Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-        Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
-        Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-        Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
2.6    DIAGNOSIS BANDING
-          Solusio Plasenta
-          Plasenta Previa
-          Ruptura Uteri

2.7    UPAYA PENCEGAHAN ( PROFILAKSIS)
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
·         Panggul sempit atau CPD
·         Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
·         Malposisi Kepala
·         Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
·         Malpresentasi
·         Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
·         Hidrosefalus
·         Rigid cervix
·         Tetania uteri
·         Tumor jalan lahir
·         Grandemultipara + abdomen pendulum
·         Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
·         Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
·         Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika.
2.8 PENANGANAN
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infuse cairan dan transufi darah, kardiotonika, antibiotic dan sebagainya. Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan jenis operasi:
1.      Histerektomi, baik total maupun subtotal.
2.      Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3.      Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
-        Keadaan umum
-        Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
-        Jenis luka robekan
-        Tempat luka
-        Perdarahan dari luka
-        Umur dan jumlah anak hidup
-        Kemampuan dan keterampilan penolong
2.9 PROGNOSIS
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A.    Pendokumentasian dengan metode SOAP dalam Asuhan Kebidanan pada ibu dengan Ruptur Uteri
Hari / tanggal  :  Senin  25  Desember 2012                                 Puku  :  10.00 WIB
S       : Ibu datang kebidan mengatakan hamil anak ke lima sudah melahirkan secara normal 2 kali dan secara operasi sesarea 2 kali dan tidak pernah keguguran dengan HPHT 04 juni 2012. Ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan mules-mules sejak 1 jam yang lalu.
O  :    Keadaan umum gelisah dan tampak cemas, kesadaran compos mentis, keadaan emosional syok, TD: 80/60 mmhg, N : 100x/menit, S: 380C, R: 30x/menit, BB sekarang 72 kg, BB sebelumnya 63 kg, muka tidak oedema, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, Pemeriksaan abdomen: terdapat luka bekas operasi, Palpasi : TFU : ¹/3 antara pusat dan PX (Prosesus Xyfoideus) (28 cm), L1 = Difundus teraba bulat, lunak, tidak melenting ( Bokong ), LII = sebelah kanan teraba kecil-kecil ( ektermitas ), sebelah kiri teraba lurus seperti papan ( punggung ), LIII = Disymphisis teraba keras, bulat, melenting ( kepala ) masih bisa digoyangkan, LIV =  belum masuk PAP. DJJ (+) 144x/menit, teratur. Ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises. Pemeriksaan Dalam : portio : nyeri goyang. Data penunjang : Hb : 9 gr %
A  :    Ny. Z Usia 42 tahun G5P4 A0 hamil 28 minggu dengan rupture uteri
Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Presentasi Kepala
P :
1.            Menyampaikan hasil pemeriksaan (bahwa ada penyulit yang menyertai, menjelaskan  kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan  dilakukan operasi)
Hasil : ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan
2.            Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
Hasil : ibu sudah diposisikan dengan posisi tidur
3.            Memberi dukungan  psikologis  pada  ibu
Hasil : ibu terlihat tenang setelah  diberikan dukungan  psikologis
4.            Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit
Hasil : cairan Ringer Laktat sudah diberikan dengan 28 tetes/menit
5.            Memberikan antibiotic ampicilin 2 gr melalui IV
Hasil : antibiotic ampicilin 2gr  sudah diberikan melalui IV
6.            Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDA (Bidan, Alat, keluarga, Surat (dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah).
Hasil : hal-hal yang diperlukan untuk rujukan sudah dipersiapkan  dan pasien siap dirujuk.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada awal pemeriksaan penulis memberikan pelayanan standar 10 T, hal ini sesuai dengan Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kementrian Kesehatan RI, bahwa pelayanan atau asuhan standar minimal pemeriksaan 10 T. Pasien telah melakukan 2 kali kunjungan ANC.
Dari hasil anamnesa didapat Ny. Z berumur 42 tahun, hamil yang kelima, menurut teori bahwa umur yang baik untuk ibu hamil adalah 20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya maupun psikologinya. Berarti tidak sama antara teori dengan kasus yang diambil, jadi Ny. Z tergolong kurang baik untuk hamil karena umurnya 42 tahun dan hamil kelima ini tidak sesuai dengan program pemerintah yaitu dua anak lebih baik.
Menurut teori bahwa umur yang baik untuk ibu hamil adalah 20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya maupun psikologinya, sedangkan dari hasil anamnesa didapat Ny. Z berumur 42 tahun, hamil yang kelima. Hal ini menunjukan bahwa Ny. Z tidak termasuk  kedalam katagori usia yang dianjurkan untuk hamil.
Pada riwayat menstruasi Ny. Z didapatkan informasi bahwa siklus haidnya 28 hari, teratur, sehingga tapsiran persalinan Ny. Z dapat menggunakan rumus Neagel, dimana hari pertama haid terakhir tanggal 08 Oktober 2012, dengan tapsiran persalinan tanggal 15 Juli 2013 (Wiknjosastro, 2006).
Pada usia kehamilan 12 minggu ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan mules-mules.
bahwa nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan mules-mules yang dialami ibu, menurut teori adalah tanda bahaya kehamilan trimester I ( Sarwono,2002 ). Tekanan darah  Ny Z juga mengalami penurunan dari 110/70 mmHg pada usia kehamilan 8 minggu menjadi 80/60 mmHg pada usia kehamilan 12 minggu menurut teori bahwa tekanan darah ibu hamil normal 110/70 mmHg – 120/80 mmHg (Sarwono,2002) sedangkan dari hasil data objektif didapatkan Tekanan darah Ny. Z 80/60 mmHg. Hal ini Ny. Z termasuk keadaan yang tidak normal ( hipotensi ). Muka tidak oedema, konjungtiva pucat. Pemeriksaan abdomen: terdapat luka bekas operasi, Palpasi : TFU : 2 jari dibawah pusat (16 cm). Menurut teori bahwa normal TFU usia kehamilan 12 minguu adalah 3 jari diatas sympisis ( Mc.donald ). saat dilakukan pemeriksaan penunjang, didapat hasil Hb: 9 gram % Hal ini menunjukan keadaan ibu anemis karena menurut teori bahwa normal ibu hamil 11 gr % (Depkes RI ). Sehingga ibu didiagnosa mengalami rupture uteri, dilihat dari faktor riwayat persalinan yang lalu.
Dikarenakan adanya komplikasi kehamilan pada Ny.Z, maka Ny.Z dirujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang memadai, hal ini sesuai dengan APN 2008 rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap.

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian teori, kasus dan pembahasan pada bab sebelumnya, kami dapat menyimpulkan  bahwa asuhan yang diberikan oleh bidan terhadap ibu pada masa kehamilan.
Proses kehamilan Ny. Z pada awalnya berjalan tidak normal, dan ditemukan penyulit pada usia kehamilan 12 minggu, karena pasien mengalami rupture uteri, sehingga harus dilakukan rujukan ke Rumah Sakit. Hal ini mengindikasikan bahwa pentingnya Antenala Care dalam hal mendeteksi komplikasi khususnya pada trimester I. Selanjutnya pasien dapat tertangani dengan baik di Rumah Sakit.
Pada pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan terhadap Ny.Z sebagian besar telah dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dan berdasarkan teori yang ada, namun masih ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan teori.
B.     Saran
Diharapkan bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dari ruptura uteri serta penanganannya. Masyarakat mampu dan mau memperlajari keadaan abnormal yang terjadi pada mereka sehingga tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan secara dini dan mampu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Mahasiswa dan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat diterapkan pada masyarakat secaqra menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar