BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan
yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa,
solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Penyebab kematian janin
dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit
kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya
ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu
bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak karena
ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita
jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini
sebenernya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat.
Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari
daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor
yang penting.
Ibu-ibu
yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna
lagi dan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat
serta tindakannya yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.
1.2
TUJUAN
·
Sebagai tugas mata
kuliah askeb IV patologi
·
Mahasiswa kebidanan mampu :
a.
Menjelaskan pengertian Ruptur Uteri.
b.
Menjelaskan Etiologi Ruptur Uteri
c.
Menyebutkan Penyebab dan Klasifikasi
Ruptur Uteri.
d.
Menyebutkan Mekanisme dari Ruptur
Uteri.
e.
Menjelaskan Gejala Klinis Ruptur
Uteri.
1.3
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
b. Tujuan
penulisan
c. Sistematika
Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
a. Pengertian
Ruptur Uteri
b. Etiologi
Ruptur Uteri
c. Klasifikasi
Ruptur Uteri
d. Mekanisme
Ruptur Uteri
e. Diagnosis
dan gejala klinis Ruptur Uteri
f. Diagnosis
banding Ruptur Uteri
g. Upaya
Pencegahan (profilaksis)
h. Penanganan
Ruptur Uteri
i.
Prognosis
BAB III TINJAUAN KASUS
A.Pendokumentasian
dengan metode SOAP dalam Asuhan Kebidanan pada ibu dengan Ruptur Uteri
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 PENGERTIAN
Ruptur Uteri
adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
miomentrium.( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture
uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )
2.2
ETIOLOGI
Ruptur
uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada
sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir
ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut
akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering
terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus
percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor
predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau
perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan
oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin
berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi
dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
2.3
KLASIFIKASI
Menurut waktu
terjadinya
1.
Ruptura
uteri gravidarum
Terjadi
waktu sedang hamil, sering berkolasi pada korpus.
2.
Ruptura
uteri durante partum
Terjadi waktu
melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut
lokasinya
1.
Korpus
uteri
Biasanya
terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi. Seperti seksio sesarea
klasik (korporal) atau miomektomi.
2.
Segmen
bawah rahim
Biasanya
terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju) SBR tambah lama tambah
regang dan tipis dan akhirnya terjadinya ruptura uteri.
3.
Serviks
uteri
Biasanya
terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau vesi dan ekstraksi, sedang
pembukaan belum lengkap.
4.
Kolpoporeksis-kolporeksi
Robekan-robekan
diantara serviks dan vagina.
Menurut robeknya
peritoneum
1.
Kompleta
Robekan
pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrum), sehingga terdapat
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uiterus, dengan bahaya
peritonitis.
2.
Inkompleta
Robekan otot
rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan
bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut
etiologinya
1.
Karena
dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC miomektomi,
perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat
juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis,
kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus,
penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau
pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2.
Karena
peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops
fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan
kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan
shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap;
atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar
paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:
conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan
sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan
partus yang salah.
Menurut gejala
klinis
1.
Ruptura
uteri imminens (membakat=mengancam); penting untuk diketahui. Gejala klinis
akan dibicarakan kemudian.
2.
Ruptura
uteri (sebenarnya).
2.4 MEKANISME
RUPTURA UTERI
Pada umumnya uterus dibagiatas dua bagian atas :
korpis uteri dan serviks. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada
rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 mg, dimana ukuran
janin sudah lebih besar dari ukurankavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR
ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang
pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologik
bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggii maka kita harus
waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri mengancam (RUM).
Ruptura uteri terutama disebabkan oleh peregangan
yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah
dimengerti, karena adanya lokus minoris resistens.
Rumus
mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R
= H + O
Dimana : R
= Ruptur
H = His Kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada
waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan
cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus
tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan
hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi
bertambah regang dan tipis.
Lingkaran Bandl ikut
meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal
terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring
apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum
latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan parametra.
2.5 DIAGNOSIS
DAN GEJALA KLINIS
Terlebih
dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri
mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
·
Gejala
Ruptur Uteri Mengancam (RUM)
-
Pasien
tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-
Pada
setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan
meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
-
Pernafasan
dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
-
Ada
tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut
kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
-
His
lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-
Ligamentum
rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama
sebelah kiri atau keduanya.
- Pada
waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
- Diantara
korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan
teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan
tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,
misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun
belakang.
-
Perasaan
sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas,
terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuri.
-
Pada
auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
- Pada
pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala-gejala
ruptura uteri
Bila ruptur
uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur
uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis
dan Inspeksi
-
Pada
suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps.
-
Pernafasan
jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-
Muntah-muntah
karena perangsangan peritoneum.
-
Syok,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-
Keluar
perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian
terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-
Kadang-kadang
ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-
Kontraksi
uterus biasanya hilang.
-
Mula-mula
terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis
(paralisis usus).
2.) Palpasi
-
Teraba
krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
-
Bila
kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-
Bila
janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang
teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-
Nyeri
tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya
denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan
Dalam
-
Kepala
janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke
atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-
Kalau
rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita
temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis
seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri
yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
2.6 DIAGNOSIS
BANDING
-
Solusio
Plasenta
-
Plasenta
Previa
-
Ruptura
Uteri
2.7 UPAYA
PENCEGAHAN ( PROFILAKSIS)
Banyak
kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita
ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan
antenatal (prenatal).
·
Panggul
sempit atau CPD
·
Anjurkan
bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala
belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri.
Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat
inpartu.
·
Malposisi
Kepala
·
Coba
lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk
melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
·
Malpresentasi
·
Letak
lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
·
Hidrosefalus
·
Rigid
cervix
·
Tetania
uteri
·
Tumor
jalan lahir
·
Grandemultipara
+ abdomen pendulum
·
Pada
bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada
diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita
disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada
panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan
dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit
dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi
ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio
sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik
kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus
dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
·
Uterus
cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS
dengan pengawasan yang teliti.
·
Ruptur
uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis,
jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin sebelum janin lahir,
kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan
ruptura uteri traumatika.
2.8 PENANGANAN
Untuk mencegah
timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia
harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda
seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang
mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi
dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan
bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam
memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Tindakan pertama
adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian
infuse cairan dan transufi darah, kardiotonika, antibiotic dan sebagainya. Bila
keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi:
1.
Histerektomi,
baik total maupun subtotal.
2.
Histerorafia,
yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3.
Konservatif,
hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana
yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
-
Keadaan
umum
-
Jenis
ruptur, inkompleta atau kompleta
-
Jenis
luka robekan
-
Tempat
luka
-
Perdarahan
dari luka
-
Umur
dan jumlah anak hidup
-
Kemampuan
dan keterampilan penolong
2.9 PROGNOSIS
Harapan hidup
bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam berbagai
penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup
pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan
jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat
laparotomi.
Jika tidak
diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau
mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan
pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat,
tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi
antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi
antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita
dengan ruptura pada uterus yang hamil.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
Pendokumentasian
dengan metode SOAP dalam Asuhan Kebidanan pada ibu dengan Ruptur Uteri
Hari / tanggal
: Senin 25 Desember 2012
Puku :
10.00 WIB
S : Ibu datang kebidan mengatakan
hamil anak ke lima sudah melahirkan secara normal 2 kali dan secara operasi
sesarea 2 kali dan tidak pernah keguguran dengan HPHT 04 juni 2012. Ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah, keluar
darah pada kemaluan, sesak nafas dan mules-mules sejak 1 jam yang lalu.
O :
Keadaan umum gelisah dan tampak cemas, kesadaran compos mentis, keadaan emosional syok,
TD: 80/60 mmhg, N : 100x/menit, S: 380C, R: 30x/menit, BB sekarang 72 kg, BB sebelumnya 63 kg, muka tidak oedema, konjungtiva pucat, sklera
tidak ikterik, Pemeriksaan abdomen: terdapat luka bekas operasi, Palpasi : TFU
: ¹/3 antara pusat dan PX (Prosesus Xyfoideus) (28 cm), L1 = Difundus teraba bulat,
lunak, tidak melenting ( Bokong ), LII = sebelah kanan teraba kecil-kecil (
ektermitas ), sebelah kiri teraba lurus seperti papan ( punggung ), LIII =
Disymphisis teraba keras, bulat, melenting ( kepala ) masih bisa digoyangkan,
LIV = belum masuk PAP. DJJ (+) 144x/menit, teratur. Ekstremitas atas dan bawah simetris,
tidak ada oedema, tidak ada varises. Pemeriksaan Dalam : portio : nyeri goyang.
Data penunjang : Hb : 9 gr %
A :
Ny. Z Usia 42 tahun G5P4
A0 hamil 28 minggu dengan rupture
uteri
Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Presentasi Kepala
P :
1.
Menyampaikan
hasil pemeriksaan (bahwa ada penyulit yang menyertai, menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan
operasi)
Hasil
: ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan
2.
Mengatur
posisi ibu senyaman mungkin
Hasil
: ibu sudah diposisikan dengan posisi tidur
3.
Memberi
dukungan psikologis pada ibu
Hasil
: ibu terlihat tenang setelah diberikan
dukungan psikologis
4.
Memberi
cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit
Hasil
: cairan Ringer Laktat sudah diberikan dengan 28 tetes/menit
5.
Memberikan
antibiotic ampicilin 2 gr melalui IV
Hasil
: antibiotic ampicilin 2gr sudah
diberikan melalui IV
6.
Segera
merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDA
(Bidan, Alat, keluarga, Surat (dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor
darah).
Hasil : hal-hal
yang diperlukan untuk rujukan sudah dipersiapkan dan pasien siap dirujuk.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada awal pemeriksaan penulis memberikan pelayanan standar 10 T, hal
ini sesuai dengan Direktorat
Bina Kesehatan Ibu, Kementrian Kesehatan RI, bahwa pelayanan atau asuhan
standar minimal pemeriksaan 10 T. Pasien telah melakukan 2 kali kunjungan
ANC.
Dari hasil anamnesa didapat Ny. Z berumur
42 tahun, hamil yang kelima, menurut teori bahwa umur yang baik untuk ibu hamil
adalah 20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya maupun
psikologinya. Berarti tidak sama antara teori dengan kasus yang diambil, jadi
Ny. Z tergolong kurang baik untuk hamil karena umurnya 42 tahun dan hamil
kelima ini tidak sesuai dengan program pemerintah yaitu dua anak lebih baik.
Menurut teori bahwa umur yang baik
untuk ibu hamil adalah 20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya
maupun psikologinya, sedangkan dari hasil anamnesa didapat Ny. Z berumur 42
tahun, hamil yang kelima. Hal ini menunjukan bahwa Ny. Z tidak termasuk kedalam katagori usia yang dianjurkan untuk
hamil.
Pada
riwayat menstruasi Ny. Z didapatkan informasi bahwa siklus haidnya 28 hari,
teratur, sehingga tapsiran persalinan Ny. Z dapat menggunakan rumus Neagel,
dimana hari pertama haid terakhir tanggal 08 Oktober 2012, dengan tapsiran
persalinan tanggal 15 Juli 2013 (Wiknjosastro, 2006).
Pada usia kehamilan 12
minggu
ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah,
keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan mules-mules.
bahwa
nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan
mules-mules yang dialami ibu, menurut teori adalah tanda bahaya kehamilan
trimester I ( Sarwono,2002 ). Tekanan darah Ny Z juga mengalami penurunan dari 110/70 mmHg
pada usia kehamilan 8 minggu menjadi 80/60 mmHg pada usia kehamilan 12 minggu
menurut teori bahwa tekanan darah ibu hamil normal 110/70 mmHg – 120/80 mmHg
(Sarwono,2002) sedangkan dari hasil data objektif didapatkan Tekanan darah Ny.
Z 80/60 mmHg. Hal ini Ny. Z termasuk keadaan yang tidak normal ( hipotensi ). Muka
tidak oedema, konjungtiva pucat. Pemeriksaan abdomen: terdapat luka bekas
operasi, Palpasi : TFU : 2 jari dibawah pusat (16 cm). Menurut teori bahwa
normal TFU usia kehamilan 12 minguu adalah 3 jari diatas sympisis ( Mc.donald
). saat
dilakukan pemeriksaan penunjang, didapat hasil Hb:
9 gram % Hal ini menunjukan keadaan ibu anemis karena menurut teori bahwa
normal ibu hamil 11 gr % (Depkes RI ). Sehingga ibu didiagnosa mengalami
rupture uteri, dilihat dari faktor riwayat persalinan yang lalu.
Dikarenakan adanya komplikasi kehamilan pada Ny.Z,
maka Ny.Z dirujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang memadai, hal ini sesuai dengan APN 2008 rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian teori, kasus dan pembahasan pada bab sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan bahwa asuhan yang diberikan
oleh bidan terhadap ibu pada masa kehamilan.
Proses
kehamilan Ny. Z pada awalnya berjalan tidak normal, dan ditemukan penyulit pada
usia kehamilan 12 minggu, karena pasien mengalami rupture uteri, sehingga harus
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit. Hal ini mengindikasikan bahwa pentingnya
Antenala Care dalam hal mendeteksi komplikasi khususnya pada trimester I.
Selanjutnya pasien dapat tertangani dengan baik di Rumah Sakit.
Pada
pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan terhadap Ny.Z sebagian besar telah
dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dan berdasarkan teori yang
ada, namun masih ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan teori.
B.
Saran
Diharapkan bidan serta tenaga
kesehatan lainnya mampu memahami dari ruptura uteri serta penanganannya. Masyarakat
mampu dan mau memperlajari keadaan abnormal yang terjadi pada mereka sehingga
tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan secara dini dan mampu mengurangi
angka kematian ibu dan bayi. Mahasiswa dan latar belakang medis sebagai calon
tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat
diterapkan pada masyarakat secaqra menyeluruh.