Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara
fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena
adanya ketimpangan atau ketidak adilan jender.
Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan
laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah
dari laki-laki. “Hak istimewa” yang
dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik
laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara
kekerasan.
2.2 Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia.
Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa
pelanggaran hak-hak berikut:
- Hak atas kehidupan
- Hak atas persamaan
- Hak atas kemerdekaan dan
keamanan pribadi
- Hak atas perlindungan yang sama
di muka umum
- Hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
- Hak atas pekerjaan yang layak
dan kondisi kerja yang baik
- Hak untuk pendidikan lanjut
- Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
2.3 Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk:
- Tindak kekerasan fisik
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan
melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain.
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh
pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
- Tindak kekerasan non-fisik
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang
bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik
melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki
korbannya.
- Tindak kekerasan psikologis
atau jiwa
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang
bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban.
Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat,
menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam
segala hal (termasuk keuangan).
Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau
bahkan takut.
2.4 Akibat kekerasan terhadap perempuan
1. Akibat fisik ( terhadap perorangan )
Ø Luka berat, kematian
Ø Infeksi : ISR / IMS/ PMS
Ø KTD
2. Akibat non fisik ( bagi prempuan )
Ø Gangguan mental : depresi, ketakutan, cemas, rasa
rendah diri, menarik diri
Ø Trauma terhadap hubungan seksual, difungsi seksual
Ø Perkawinan yang tidak harmonis
Fungsi budaya :
cenderung lebih bebas
Fungsi edukasi : tidak
mengikuti pendidikan secara optimal
Fungsi agama : tidak memperhatikan batasan serta norma agama
Fungsi perlindungan :
merasa kurang perlindungan karena perceraian, kematian dll
2.5 Dampak-dampak
Kekerasaan Terhadap Perempuan
Dampak bagi perkembangan anak
·
Tidak dapat melaksanakan
fungsi sosialnya dengan baik, sehingga anak-anak kurang berinteraksi dengan
lingkungan, minder, tidak percaya diri, menarik diri.
·
Dengan tingkat ekonomi
rendah biasanya nitrisi tidak adekuat, sehingga tumbuh kembang terganggu
Dampak terhadap masyarakat
·
Bertambahnya biaya
kesehatan
·
Produktivitas mnurun
·
KTP di lingkungan
sekolah dapat berakibat putus sekolah
2.6 Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan
·
Masyarakat menyadari
atau mengakui KTP sebagai masalah yang perlu diatasi
·
Menyebarluaskan produk
hukum tentang pelecehan seksual
·
Membekali perempuan
dengan cara penjagaan diri
·
Melaporkan segera tindak
kekerasan pada pihak berwenang
·
Melakukan aksi menentang
kejahatan KTP melalui organisasi masyarakat
2.7 Hukum –hukum yang mengatur Kekerasan
Terhadap Perempuan
·
UU No. 23/2004 Tentang penghapusan
kekerasan Rumah Tangga ( kekerasan dalam keluarga )
·
Rencana aksi nasional
penghapusan kekerasan terhadap perempuan ( RANPKTP ) 2001-2005
·
UU No. 39/1999 Tentang
HAM
2.8 Bentuk dan jenis kekerasan
Fisik dan psikis, ringan hingga berat.
Bentuk kekerasan :
1. seksual.
2. Fisik.
3. Psikis.
4. Gabungan dari 2 atau 3
diatas.
5. Penelantaran (pendidikan,
gizi, emosi).
Tempat kekerasan :
1. Rumah tangga.
2. Tempat kerja atau sekolah.
3. Daerah konflik atau
pengungsian.
4. Jalanan.
Berdasar umur :
1. Sebelum lahir : abortus,
pemukulan perut.
2. Bayi : pembunuhan dan
penelantaran, penyalahgunaan fisik, seks dan psikis.
3. Pra remaja : Perkawinan
usia anak, inses, fisik, seks, psikis, pelacuran,pornografi..
4. Remaja dewasa : kekerasan,
pemaksaan seks, inses, pembunuhan oleh pasangan, pelacuran, pelecehan seks.
5. Usia lanjut : fisik, seks,
psikis.
2.9 Contoh-contoh kekerasan terhadap perempuan
PELECEHAN SEKSUAL
Pelecehan seksual adalah
segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara
sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran.
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb. Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb. Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Langkah-langkah yang
perlu dilakukan korban:
ü Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
ü Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
ü Memberi pelajaran kepada pelaku
ü Melaporkan tindakan pelecehan seksual
ü Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat
PERKOSAAN
Perkosaan adalah
hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki
menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut
perempuan tanpa sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak
perkosaan. Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat
tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara
berpakaian.
Berdasarkan pelakunya,
perkosaan bisa dilakukan oleh:
·
Orang yang dikenal: teman, tetangga,
pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
·
Orang yang tidak dikenal, biasanya
disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan,
atau pembunuhan.
Tindak perkosaan membawa
dampak emosional dan fisik kepada korbannya.
Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi,
goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan
jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit
kepala, tidak nyaman di sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh
akibat perkosaan dengan kekerasan, dan lainnya.
Perempuan yang menjadi
korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
·
Jangan mandi atau membersihkan kelamin
sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku tidak hilang untuk
dijadikan bukti
·
Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan
barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat di tubuh korban atau
barang-barang milik pelaku yang tertinggal.
Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
·
Segera lapor ke polisi terdekat dengan
membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga atau teman.
·
Segera hubungi fasilitas kesehatan
terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan surat keterangan
yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
·
Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya
bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Adalah kekerasan yang
terjadi dalam lingkungan rumah tangga.
Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan
korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll. Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll. Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Korban kekerasan dalam
rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal
tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus
melapor.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
·
Menceritakan kejadian kepada orang lain,
seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
·
Melaporkan ke polisi
·
Mencari jalan keluar dengan konsultasi
psikologis maupun konsultasi hukum
·
Mempersiapkan perlindungan diri, seperti
uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
·
Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka
yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
Ruang lingkup dan sasaran pelayanan :
IGD :
1.
Penatalaksanaan korban atau pasien KTP,
penatalaksanaan terhadap perlakuan salah atau penderaan terhadap anak dan KDRT
melalui pelayanan medik.
2.
Melaksanakan kegiatan mediko legal.
3.
Melakukan pengobatan dengan pendekatan
psikososial.
Non IGD :
1.
Melakukan proses penyelidikan bila
diperlukan.
2.
Melakukan pendampingan dalam masa
pemulihan.
3.
Melakukan bantuan hukum.
4.
Mencarikan rumah aman bila diperlukan.
Perilaku perempuan korban KTP pada fase akut :
1.
Rasa takut atas berbagai hal.
2.
Reaksi emosional lainnya : Shok, rasa
tidak percaya, marah, malu, menyalahkan dirinya, kacau, bingung, histeris dll.
Kecurigaan telah terjadi KDRT :
1. Cedera bilateral atau berganda.
2. Beberapa cedera dengan beberapa penyembuhan.
3. Tanda kekerasan seksual.
4. Keterangan yang tidak sesuai dengan cederanya.
5. Keterlambatan berobat.
6. Berulangnya kehadiran di RS akibat trauma.
Perilaku anak korban KTA pada fase akut :
1.
Gejala fisik penganiayaan emosional sering
tidak jelas.
2.
Ekspresi wajah, gerak-gerik, bahasa badan,
dapat mengungkapkan perasaan sedih, keraguan diri, kebingungan, kecemasan,
ketakuatan, atau amarah yang terpendam.
Penilaian atas anak korban KTA :
IGD :
1. Wawancara riwayat cedera / luka.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan radiologis.
4. Pemeriksaan hematologis.
5. Membuat laporan medis resmi.
Non IGD :
1. Pengambilan foto berwarna.
2. Pemeriksaan fisik saudara kandung.
3. Skrining perilaku.
4. Skrining tumbuh kembang anak balita.
Peranan Tenaga Kesehatan
Peranan dokter dan tenaga medis sangat
penting dalam penanganan kasus kejahatan seksual karena dokter dan tenaga medis
selain pengobatan dan perawatan juga berperan sebagai ujung tombak dimulainya
proses pembuktian kejadian. Peran ini menjadi sukar dijalankan secara baik
karena ketidaktahuan dokter dan ketidak tahuan korban serta kurang didukung
oleh Regulasi per Undang-Undangan yang masih berlaku di Indonesia.
Peran Bidan
Dalam melayani korban kasus Kekerasan, ada
beberapa hal yang harus di lakukan oleh BIDAN :
·
Melakukan Konseling untuk menguatkan
korban ;
·
Menginformasikan mengenai hak - hak korban
;
·
Mengantarkan korban ke rumah aman (Shiliter);
·
Berkoordinasi dengan pihak kepolisian,
Dinas Sosial dan Lembaga lain demi kepentingan korban
·
Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan
fisik korban. Bidan berperan dengan focus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi
perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan social yang memungkinkan. Bidan
berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui
upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan
social budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder berupa
asuhan-asuhan, pencegahan tertier melalui pelatihan/pendidikan, pembentukan dan
proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
·
Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.